·
Panelis
ke 2: Dr (HC) Subiyakto Tjakrawerdaya
Saya
mengucapkan terima kasih kepada panitia yang telah mengundang saya sebagai
panelis. Dari pembicara-pembicara tadi saya dapat melihat bahwa memang kita
dapat simpulkan di sini bahwa diskusi ini sebetulnya ingin melihat SUPERSEMAR
dalam perspektif yang bukan melihat kejadiannya, tetapi melihat dari segi peran
hidup, perspektif hidup. Diharapkan, kita diskusi bisa melihat SUPERSEMAR dari
perspektif dari segi ideologi Pancasila. Bagaimana Pancasila itu dipertahankan
dan bagaimana pada waktu itu itu sampe sekarang dan masa yang akan datang. Saya
sependapat bahwa SUPERSEMAR itu ada, seperti apa memang masih misteri. Mestinya
ketetapan MPRS harusnya asli, tapi itu misteri. Tadi disinggung, saya setuju
Pak Harto ini pemimpin besar, saya belum melihat yang seperti ini lagi. Pak
Fuad menjelaskan bagaimana jasa-jasa beliau dan juga bagaimana Pak Harto
berhenti bukan memberhentikan diri. Kalo Bung Karno diberhentkan oleh MPRS,
tapi Pak Harto berhenti atas kemauan sendiri tapi atas permintaan dari MPR. Pak
Harto tidak pernah mengundurkan diri, Pak Harto berhenti. Kalau Pak Harto
mengundurkan diri, berarti Pak Harto mengkhianati bangsa ini karna beliau
dilantik oleh MPR dan ditanya oleh MPR “apa saudara bersedia menjadi presiden?”
kalau sudah bersedia seperti saya menjadi menteri waktu itu ditanya oleh pak
Harto “kamu bersedia gak jadi menteri saya?” “saya bersdia pak” kalau sudah bersedia kalau mengundurkan diri
itu namanya pengkhianat. “Kalau memang rakyat minta saya berhenti, saya
berhenti” pasal 8 UUD 45.
Kalau
kita bicara perspektif ideologis tadi, Bung Karno pencetus Pancasila, UUD
dirumuskan bersama Pak Hatta dan pemimpin Negara. Pak Harto itu adalah yang
melaksanakan Pancasila dan UUD 45 secara murni dan konsekuen. Saya punya
dokumen, ada surat tulisan tangan Pak Harto kepada Bung Karno melaporkan bahwa
proses pemulihan keamanan sudah berjalan dengan baik. Kalau saya melakukan
hal-hal di luar itu, saya nyuwun maaf. Tapi saya sudah coba melaksanan proses
pemulihan keamanan, intinya. Ananda Soeharto, Ananda. Saya punya tulisan tangan
dari Pak Harto kepada Bung Karno, engga asli, kopi, tapi saya kira kok asli. Karna
ideologi sama tadi, itu hubungannya baik sekali. Saya melihat dari sisi lain
mengenai pembubaran PKI dalam konteks ini. Kasarnya “hei Harto, bubarin, saya
kan ga enak” seakan-akan bertentangan dengan keyakinan beliau. Dalam pidato
jasmerah, beliau mengucapkan terima kasih kepada Pak Harto, setelah beliau
marah-marah itu, seakan oh ini pengambilan kekuasaan atau itu SUPERSEMAR. Tapi
akhirnya beliau mengucapkan terima kasih. Dalam pidato itu, dalam arsip
nasional, Pak Harto berdiri di belakang. Antara Pak Harto dan Bung Karno ada
hubungan. Dalam bukunya Pak Harto, dikatakan pernah menghadap, dan Bung Karno
menanyakan “saya mau diapain Harto?”. Jawabannya satu kalimat yang luar biasa
dalam sekali dalam bahasa jawa. “mikul duwur mendhem jero”. Itu beliau
laksanakan.
Saya
termasuk pelaku, saya ikut rame-rame bersama Arif Rahman Hakim. Saat itu semua
mahasiswa ingin mengajak masyarakat ingin Bung Karno dimahmilubkan. Tetapi
beliau (Pak Harto) dengan berani dalam pidatonya sebagai pejabat presiden,
menggambarkan jasa-jasa Bung Karno. Luar biasa menghadapi kekuatan masyarakat
itu mengatakan “tidak”. Karena jasa-jasa bung karno. Ini berarti beliau tahu
memang, tetapi jasa beliau itu lebih besar. Tidak ada, presiden dimahmilubkan,
itukan jadi aib bangsa ini. Dalam prespektif ideologi beliau ingin mengamalkan Pancasila
dan UUD 45 secara murni dan konsekuen yang menjadi adanya orde baru. Beliau
melaksanakan itu selama 32 tahun, dengan segala kelebihan dan kelemahannya
beliau tidak pernah satu kalimat titik pun dari UUD 45 yang dirubah oleh
beliau, malah beliau mengatakan memperkuat dengan Tap MPR bahwa pasal 37 harus
melalui referendum. Perubahan amandemen itu. Betapa cintanya beliau terhadap
UUD. Beliau sangat rendah hati. Saya pernah menghadap setelah saya jadi
menteri, ada kawan-kawan dari pakar-pakar ekonomi mengatakan “ini kan Pak Harto
selama 32 tahun berhasil membangun ekonomi, kita menghadap untuk membantu
soerhatonomic”. Saya menghadap Pak Harto, Pak harto menjawab “tidak, saya hanya
melaksanaken GBHN”. Coba bayangkan rendah hatinya. Beliau tidak pernah bahwa
ini Suhartonomic, saya hanya melaksanakan
GBHN. Beliau melaksanakan Pancasila dan UUD 45, dalam GBHN, ini yang selalu
miss oleh para terpelajar kita bahwa di dalam GBHN dinyatakan bahwa pembangunan
nasional adalah pengamalan Pancasila. Terus diuaraikan setiap silanya. Jadi orde baru bukan hanya P4, tapi pembangunan
nasional itu pengamalan Pancasila. Itu bukti hubungan otentik dalam GBHN.
Sekarang banyak yang miss. Jadi sebetulnya konflik ideologi antara Pancasila
dengan Komunisme. Konflik ideologis.
Saya
ingin menambahkan Pak Anhar Gonggong, tonggak sejarah itu tidak hanya 3. Dan 3
itu saya punya pendapat lain. Dilihat dari perspektif ideology tadi, bahwa
tonggak yang pertama itu Sumpah Pemuda 1928, karena di situlah faham Pancasila
itu diformalkan dalam Sumpah Pemuda. Bahwa Pancasila itu berangkat oleh Bung
Karno dikatakan 1 Juni, bahwa Pancasila itu digali dari bumi Indonesia sendiri
ribuan tahun yang lalu. Kita punya faham sendiri, Indonesia tetap budaya, tetap
konsep manusia Indonesia. Paham dari Timur dan Barat ketemu di Indonesia yang
kemudian dikristalkan dalam Sumpah Pemuda. Itu tonggak sejarah yang
pertama. Kemudian, faham ini,
kebangsaan, munculah Pak Harto. Titik yang kedua adalah 17 Agustus, masuklah di
situ faham kenegaraan dan faham kebangsaan itu sebetulnya oleh Bung Karno dan
juga oleh Pak Prof. Soetomo dinyatakan sebagai faham kekeluargaan. Kemudian 17
Agustus, fahamnya berubah menjadi konsep Negara kekeluargaan. Saya ingin
menambahkan 10 November. Dekrit presiden juga sebagai tonggak sejarah. Salah
satu jasa Bung karno mengembalikan UUD 45. kemudian dengan tegas dikatakan
kembali ke UUD 45, kemudian disahkan dalam MPRS. Saya ingin menambahkan, SUPERSEMAR
ini sebagai tonggak sejarah. Karena pada waktu tempat, dalam prakteknya, bung
karno tidak melaksanakan secara murni dan konskuen. Ada presiden seumur hidup,
ada Nasakom, yang jelas itu bertentangan dengan Pancasila. Kemudian
dikembalikan oleh SUPERSEMAR dengan surat perintahnya beliau sendiri. Dan
kemudian lahirlah orde baru. Esensi yan diharapkan, menjadi bekal kita di masa
depan bahwa ini adalah konflik ideologi. Perangkat sabab musababnya, akar
permasalahan konflik ideologis yang sampai hari ini. Saya makin mempelajari, saya makin kagum
dengan pendiri Negara ini. Pendiri Negara luar biasa, beliau mengatakan sistem
sendiri. Kembali ke orde baru, Pak Harto telah melaksanakan pembangunan, yang
menurut saya ini sejarah.
·
Sumber: Arsip KMAPBS/Ir. Agus Riyanto, M.T.