·
Pembicara
keempat: Letjend TNI (Purn) Kiki Syahnakri
Assalamualaikum
Wr. Wb
Bapak-bapak,
panelis, moderator, dan para hadirin sekalian yang saya hormati. Saya memang
tadi pesan sama moderator supaya saya terakhir aja karena selain mungkin dari
segi umur saya paling junior juga, saya baru 69, tapi juga yang penting saya
ingin ngaji tadi dari bapak-bapak yang ahli sejarah, karena ketika SUPERSEMAR
itu terjadi saya masih kelas 3 SMA pak. Walaupun saya aktif di KAKI pada saat
itu. Jadi, asik tadi mendengarkan apa
yang dituturkan oleh beliau-beliau ini.
Dalam
kesempatan ini, ya karena latar belakang saya tentara jadi saya ingin
meletakkan barangkali SUPERSEMAR ini dalam suatu konteks, di mana apa yang
menjadi ukuran dalam konteks ini, karena saya tentara saya ingin upaya
penegakan Pancasila. Dua tokoh SUPERSEMAR baik Bung Karno maupun Pak Harto,
sama-sama saya ingin meletakkan dalam konteks upaya penegakan Pancasila.
Tadi sudah dijelaskan, dikembangkan panjang
lebar tentang situasi yang berkembang pada saat itu. Saya ingin barangkali
sedikit saja mengulangi dari apa yang terjadi pada pasca tahun pemilu 55, PKI
diikutsertakan dalam pemilu. Saya kira juga walaupun tentangan terhadap PKI
terutama dari angkatan darat waktu itu luar biasa, akan tetapi Bung Karno tetap
memberi kesempatan kepada PKI untuk berada dan berkembang. Ini juga berangkali
tidak lepas dari orientasi politik Bung Karno yang bebas aktif pada saat itu,
jadi kalau beliau tidak menginjinkan salah satu tokoh mungkin
seperti. Saya hanya menduga, tapi perkembangan situasi yang terjadi setelah
pemilu itu, PKI pertumbuhannya luar biasa.
Dengan
berangkat dari konflik, sebenarnya bukan hanya dengan angkataan darat, tapi
juga dengan kelompok Islam, NU terutama, konflik PKI dari awal ini, maka dengan
berkembangnya PKI setelah pemilu itu, konflik ini pun bertambah tajam dari
catatan-catatan angkatan darat ada peristiwa, misalnya dan lain sebagainya juga
yang dicatat oleh NU. Ketika konflik itu
berkembang, maka terjadi masalah pada tahun 1965
yaitu, pemberontakan G30S. Kemudian
perkembangan yang seperti disampaikan tadi, situasi berkembang, maka sampailah
ada titik Bung Karno mengeluarkan surat perintah sebelas maret. Saya tidak
bicara tentang latar belakangnya, mungkin saya sesal karna berbagai versi dari
latar belakangnya, akan tetapi saya hanya ingin melihat posisi surat perintah
sebelas maret itu dalam konteks tadi mempertahankan Pancasila. Bagi Bung Karno
saya kira, pada sisi bung Karno maksud saya, ketika itu kesehatan beliau kan
sedang dalam keadaan menurun, sangat menurun. Kemudian melihat situasi yang
berkembang seperti itu, maka sangat arif beliau memerintah bawahannya, dan juga
arif memilih orang bawahannya yang tepat itu Pak Harto. Karena pada saat itu Pak
Harto memang memegang posisi kunci di angkatan darat, setelah ditinggalkan oleh
Pak Yani dan yang lain sebagainya. Jadi, sangat arif Bung Karno mengeluarkan
surat perintah sebelas maret itu dan memilih siapa penerima perintah sebelas
maret itu. Sekali lagi dalam konteks supaya mempertahankan Pancasila.
Kemudian
dari segi Pak Harto, walaupun beliau beberapa kali saya kira selain di
Semarang, tentang bagaimana Soekarno tidak mau membubarkan PKI, akan tetapi
tindakan Pak Harto membubarkan PKI ini juga suatu tindakan yang tepat dari segi
ilmu strategi, ada yang disebut sebagai center
of graficly. Kalau terjadi kekacauan
pada saat itu yang rangka menertibkan kembali situasi. Jadi, kalau dalam pandangan
saya sangat tepat juga, sangat arif juga Pak Harto tindakan pertamanya
membubarkan PKI. Bahkan sebelumnya, terjadi Tindakan-tindakan kekeraan yang
sebenarnya sangat disesalkan siapapun pasti akan menyesalkan itu. Tapi saya
berpikir, andai saja PKI menang mungkin kekerasan itu akan lebih besar lagi.
Nah jadi, saya kira barangkali, menilai
suatu atau peristiwa SUPERSEMAR ini barangkali akan lebih arif apabila kita
menilainya dari proses sejarah kesejarahan. Bahwa terjadi sejarah bangsa
seperti ini. Dan kemudian menjadikan pembelajaran untuk melihat ke depan bukan
dijadikan suatu perdebatan yang tidak habis-habis, tidak akan habis, akan
tetapi perlu dijadikan suatu pelajaran sejarah dalam rangka tetap menatap ke
depan.
Ada
barangkali satu hal lagi yang ingin saya sampaikan. Bahwa dalam peristiwa
kekacauan yang terjadi bahkan di Republik ini bahkan sejak kemerdekaan, perang
kemerdekaan dan seterusnya, ini saya kira tidak lepas dari apa namanya dalam assessment. Tahun 2015 ini terbit satu
buku pas beberapa hari yang lalu saya mengupas buku itu. Memang buku ini
menjelaskan tentang Papua, akan tetapi di situ bisa dilihat bahwa bagaimana
peran-peran apa yang disebut oleh panglima TNI sekarang terjadi selalu
terjadi di Indonesia. Kemudia juga ada
tadi malam ada pertemuan bahwa ada yang disebut dengan doktrin. Presiden
Amerika yang ke berapa Tahun 1819-1823 kalau gak salah, jadi Monru mengatakan
bahwa dunia ini tidak akan sepi dari konflik. Akan tetapi konflik itu tidak
boleh terjadi di Amerika, biarkan konflik itu terjadi di tempat-tempat lain.
Diterjemahkan berikutnya, bahwa terjadinya konflik di tempat lain itu tidak
bisa hanya begitu aja, tetapi konflik itu harus diciptakan supaya tidak terjadi
di Amerika. Yang harus kita waspadai lagi ke depan, supaya tidak terjadi lagi
kekerasan yang terjadi lalu-lalu maka kita harus sadar bahwa konflik-konflik
potensi konflik-konflik seperti itu sangat besar di Indonesia, pasti tidak
ingin membuat stabiltas di Indonesia, untuk itu maka saya percaya bahwa tangan
tangan itu bekerja ketika memulai dari awal kemerdekaan, tahun 55, jatuhnya Pak
Karno, jatuhnya Pak Harto dan lain sebagainya. Maka dari itu, kedepan
kita perlu membangun suatu kewaspadaan dalam rangka kita melakukan suatu upaya terhadap
bagaimana supaya tangan-tangan jail itu tidak kembali mengerjain kita.
Bagaimana
pertanyaannya, upaya itu dilaksanakan bagi kita atau bagi paling tidak, ini
akan terjadi kalau memang kekuatan-kekuatan nasional ini menjadi satu di
Indonesia ini. Kekuatan nasional yang utama adalah adanya parpol. Sayang
sekali, parpol-parpol nasionalis ini belum selesai, masih sakit, terutama
Golkar ini mudah-mudahan cepet selesei, kalau kekuatan besar itu bersatu
barangkali akan menjadi sangat kuat untuk kita melangkah ke depan menuju
pada tercapainya cita cita kemerdekaan
kita, menjadi Indonesia yang bersatu berdaulat adil dan makmur. Saya kira hanya
itu sekali lagi, kehadiran saya cenderung untuk lebih mengaji. Wassalamu’alaikum
warohmatullahi wabarokaatuh.
Sumber: Arsip KMAPBS/Ir. Agus Riyanto, M.T.