·
Pembicara
ketiga: Peter Kasenda, S.S.
Mengambil
beberapa kutipan yang menarik. Pertama dikutip dari bukunya Pak Harto, lalu
dikutip dari diskusinya Berhard Dham dengan Soekarno sendiri, kemudian saya
kutip pendapatnya Pak Harto mengenai Bung Karno waktu beliau menjadi Pangdam di
Jawa Tengah. Yang menarik disini Pak Harto mengatakan bahwa beliau masih
berkeinginan Pak Karno tetap menjadi Presiden walaupun beliau tidak menjadi pejabat
Presiden. Jadi pertanyaan tersebut membuyarkan bahwa, dari awal Pak Harto tidak
berambisi menjadi presiden. Bagian kedua
Sebuah disertasi tentang tinjauan Soekarno. Disini Soekarno mengatakan kenapa
beliau tidak melarang PKI, disini dijelaskan, Apakah anda tetap berpegang pada
konsep Nasakom? Masih. Jadi Soekarno masih berpegang pada Nasakom, membuat dia
tidak ingin PKI dibubarkan. Bagian ketigi bisa menjadi buat kita mengerti,
kenapa Pak Harto memberikan tafsiran SUPERSEMAR adalah dibubarkannya PKI. Karena
didalam diskusi Bung Karno dengan Bernhard Dahm dalam mobil dikatakan Pak Harto
apakah kekuatan PKI tidak berbahaya? Bung Karno selalu bilang itu bisa diatasi.
Mungkin karena PKI lahir tahun 20, dan tahun 20 itu Bung Karno sudah mulai
menjadi tokoh walaupun masih menjadi mahasiswa.
Kalau
berbicara SUPERSEMAR, selalu mejadi pertanyaan didiskusi-diskusi SMA mengenai
dua hal dan selalu hati-hati dalam menjawabnya. Yang pertama apakah yang
terjadi dalam peristiwa 65? buat mereka susah. Tapi intinya pada tahun 80
menjadi mahasiswa sejarah, dosen sendiri tidak member informasi lengkap
mengenai peristiwa 65. Hal ini menjadi persoalan. Bahkan pernah diminta satu
kelompok diskusi membicarakan tentang peristiwa 65 oleh siswa SMA. Selalu
memberikan pandangan yang tidak memihak, karena ada berbagai pihak yang banyak
berpendapat. Tapi, pada saat ini SUPERSEMAR juga dipertanyakan. Orang tidak
begitu paham mengenai SUPERSEMAR, karena hanya ada satu buku yang terbit ketika
jaman Orde Baru. Dalam buku tersebut ada pengalaman-pengalaman Pak Harto. Jadi
orang tidak pernah mendapatkan informasi tentang SUPERSEMAR yang cukup memadai.
Berbeda ketika reformasi banyak buku tentang SUPERSEMAR. Misalnya buku yang
ditulis oleh Prof. Wardaya, Pak Budi, dan ada beberapa buku SUPERSEMAR lainnya.
Tapi kenapa dulu boleh dikatakan orang yang berbicara SUPERSEMAR hanya ada satu
buku saja. Jadi tidak ada informasinya. Kalau membaca buku tentang SUPERSEMAR
banyak hal yang menarik yang bisa kita kaji.
Menyambung
Pak Anhar, menarik juga. Ada seorang sejarawan telepon, bilang menemukan surat SUPERSEMAR,
seorang doktor. Mengaku menemukan dari gurunya Pak Harto. Lalu dia kasih,
kacauanya pas dikasih ke orang lain yang juga doktor sejarah, tapi pendekatan
ini bukan berilmu, tapi ngelmu. Mereka berpendapat ilmunya tidak cukup, kalau
mau memperlajari SUPERSEMAR harus ngelmu. Memang benar Asikin kepala arsip juga
mengatakan bahwa tiga SUPERSEMAR yang ada di arsip itu semuanya palsu. Kita
sebenarnya tidak pernah tahu bahwa SUPERSEMAR itu satu halaman atau dua
halaman. Yang menjadi juga proses penulisan SUPERSEMAR. SUPERSEMAR itu ada
macam-macam. Ada yang mengatakan SUPERSEMAR itu sengaja dibuat oleh tentara,
karena dari tulisannya MBAD, tapi ada juga yang mengatakan SUPERSEMAR itu
justru ditulis dan diketik, yang megetik itu intel di Cakrabirawa. Tapi ada
juga yang mengatakan bukan dia yang mengetik. Jadi artinya orang masih berdebat
dari proses cara menulis. Itu juga mempertanyakan bagaimana tiga jenderal
bertemu tiba-tiba berangkat, itu juga menjadi perdebatan. Ada yang mengatakan
bahwa yang dipercaya itu Basuki, tapi Bung Karno sangat dekat dengan M. Yusuf
dan Abdul Malik, makanya bertiga. Tetapi didalam sebuah buku ada cerita lain,
bahwa tiba-tiba ada di istina bisa kumpul dalam satu tempat. Jadi artinya
perdebatan proses-proses seperti ini orang masih memperdebatkan bukan hanya
meperdebatkan isi SUPERSEMAR.
Prof.
Sutejo pernah menulis didalam surat SUPERSEMAR itu tidak ada ditulis pembubaran
PKI. Itu hanya interpretasi dari Pak Harto sendiri bahwa hal itu harus terjadi,
yaitu pembubaran PKI. Ketika itu Pak Harto sendiri sudah sadar ini merupakan
kekuatan yang sangat berbahaya, harus dibubarkan walaupun PKI secara idealis
sudah menggugurkan pemikiran Soekarno yang dikaitkan dengan Nasakom. Dan yang
kita tahu yang paling diuntungkan dari Nasakom adalah PKI. Pertama PKI menentang
Nasakom, lalu kemudian PKI ingin ikut pemilu, kemudian mereka berhitung tahun
1955 mereka bisa menembus, tahun 1957 terjawab, kemudian jika ada pemilihan
selanjunya akan lebih tinggi lagi. Jika membaca dari sebuah buku yang
mengatakan kalau ada pemilu lagi bisa-bisa PKI menjadi naik dengan menjadikan
Presiden seumur hidup. 1957 Soekarno dijadikan presdien seumur hidup, maka
sejak itu tidak ada pemilihan lagi. Karena tidak ada pemilihan maka bergantung.
Dari
dulu PKI dengan Tentara memang mempunyai persoalan berkaitan dengan peristiwa
Madiun. Itu menjadi luka dan menjadi persaingan. Dan ketika Soekarno mulai
jatuh sakit. Walaupun banyak orang yang mengatakan sebenarnya Soekarno Yani
suatu saat akan menggantikan beliau. Soekarno lebih suka Yani yang
menggantikannya. Tetapi hubungannya tidak baik. Pertama-tama Yani ingin
menangkap Nasution. Nasution sendiri mempunyai pasukan. Sebenarnya didalam
militer sendiri itu ada paksi-paski tertentu yang kebetulan ketika peristiwa 65
ada pembersihan dari paksi-paksi.
Balik
lagi ke SUPERSEMAR yang menjadi perdebatan yaitu, bahwa itu membubarkan PKI dan
yang satu bahwa itu tidak membubarkan PKI. Pada waktu itu ceritanya 11 Maret SUPERSEMAR
ditandatangani, 12 Maret itu ada suatu kegiatan, setelah itu ada pertemuan,
dimana pertemuan itu menyebutkan bahwa sebenarnya Pak Harto menyebutkan bahwa
hal itu sudah menjadi urusannya. Kalau kita baca buku Soekarno “jangan
meninggalkan sejarah”, disitu dijelaskan bahwa Soekarno menyebutkan ini bukan
transfer kepemimpinan atau otoritas ini adalah pengamanan. Pengamanan itu
apakah pengamanan pemerintahan, pengamanan kewibawaan presiden, Soeakrno mengatakan
yang harus dilakukan itu. Kemudian
dilakukan sidang MPRS yang menetapkan bahwa SUPERSEMAR itu menjadi ketetapan.
Disitu mulai ada larangan, misalnya Bung Karno tidak boleh menggunakan kata
pemimpin revolusi, lalu PKI juga ditetapkan pembubarannya. Hal itu menjadi
lebih kuat dengan adanya MPRS itu, sebelumnya tidak. Padahal ketetapan ini bisa
digunakan sejak awal. Pada tahun 1974 pada peristiwa Malari mengatakan, akan
menggunakan SUPERSEMAR. Sudah jelas bahwa SUPERSEMAR itu masih bisa digunakan
lebih jauh karena berkaitan dengan ketetapan MPR. Kita bisa tahu posisinya
kenapa Soekarno marah, mungkin Bung Karno malu hati karena sebagai seorang
pemimpin dunia tetapi dia membubarkan PKI.
Tetapi pada dasarnya jika ditelusuri kembali pemikirannya Soekarno menginginkan
itu. Didalam pidatonya “jangan meninggalkan sejarah” mengatakan bahwa “saya ini
sudah Marxist dari sejak tahun 20an”. Dan yang menjadi masalah kata “Marxist”
dan memuji-muji peristiwa 26, 27. Bung Karno tau ada peristiwa pemberontakan
tetapi ada masalah pada peristiwa Madiun, dan itu menjadi problem.
Ada
juga persoalan Gestok. Yang digunakan oleh Brigjen Sukandi Kepala Pusat
Penerangan Angkatan Darat dan Pemimpin Umum Angkatan Bersenjata yang dianggap
seolah-olah Gestapu yang di Jerman. Tetapi Soekarno lebih suka menggunakan kata
Gestok, Gerakan Satu Oktober. Jadi, memang ada persoalan istilah-istilah yang
tidak selalu sama. Seperti Soekarno menggunakan istilah SP dan Soeharto
menggunakan istilah SUPERSEMAR. Kalau istilah Gestok itu bisa tafsirannya
Gestok yang pertama atau Gestok yang yang kedua ketika Soeharto tidak
menghadirkan Pramoto Rekso ke tempatnya. Memang Bapak dua bangsa ini ada
perbedaan tertentu, dan keduanya mempunyai permasalahan masing-masing. Terhadap
berbagai masalah ini belum ada penelusuran yang komprehensif. Kalau baca
bukunya Basuki Rahmat yang diterbitkan oleh Grasindo itu tidak ada yang
menjelaskan tentang SUPERSEMAR, didalam bukunya Amir Machmud juga itu tidak ada
tentang naskah SUPERSEMAR yang asli. Berharap M. Yusuf yang bisa menjelaskan.
Karena didalam suatu majalan editor, disitu digambarkan rumahnya M. Yusuf pada
waktu itu ada semacam CCTV, pada waktu itu kelihatannya ada sesuatu yang
rahasia, tetapi ketika membaca buku tidak ada. Pada saat ini orang mengatakan
dimana naskah itu? Hal itu yang menjadi problem. Banyak orang yang mempelajari
sejarah bukan memakai ilmu.
Berdebat
tentang hal ini memang menimbulkan pro dan kontra mengenai SUPERSEMAR. Tentang
mengamankan yang paling pertama, mengamankan presiden dan ajarannya. Ajarannya
dikatakan harus dikoreksi. Dalam MPRS itu sebenarnya orang yang pro Soekarno
itu lebih banyak, tetapi orang yang sangat vocalis itu ada tiga yaitu, Adnan
Buyung Nasution, Ismail Suni, dan satu lagi lupa. Mereka yang menguasai forum
dan terlihat lebih kuat, dan itu yang menjadi problem. Terakhir, didalam proses
peralihan kekuasaan ini bahwa pengertiannya tidak bersifat berdarah-darah,
walaupun terjadi peristiwa berdarah-darah, dan tidak pernah ada pertemuan pasukan.
Yusuf Hanafi mengatakan “Seandainya Bung Karno mau, itu hak” karena dibelakang
Soekarno itu ada kepolisian, ada Angkatan Udara, ada Angkatan Laut. Tapi Bung
Karno tidak mau. Pak Harto juga sama menahan. Jadi keduanya saling menahan.
Seandainya Bung Karno mau, tapi Bung Karno tidak mau, padahal saat itu Bung
Karno diminta oleh pendukungnya untuk ke Jawa Timur karena basis pendukung Bung
Karno itu di Jawa Timur. Ikut merasakan juga bagaimana dukungan Bung Karno di
Jawa Timur, karena pada saat itu tinggal di Jawa Timur. Tetapi, Bung Karno tidak
mau.
Penting
buat kita adalah setelah baca tulisannya Sulastomo yang mengatakan, “kenapa
peralihan kekuasaan yang terjadi di kita itu tidak menyenangkan?” Soekarno
turun bagaimana? Soeharto turun bagaimana? Habibi turun bagaimana? Gusdur turun
bagaimana? Setiap presiden turunnya tidak enak. Hal itu ada problem. Kebetulan
menulis tentang dua hal itu, bagaimana tidak menyenangkannya turunnya Soekarno
dan bagaimana tidak menyenangkannya turunnya Soeharto. Bahwa ada orang
pendukung Bung Karno yang tiba-tiba menjauh ketika Bung Karno terpencil.
Orang-orang yang dulu pendukung Pak Harto tiba-tiba menjauh, yang membuat Pak
Harto terpencil. Pada sebuah pertemuan ada acara buka puasa yang disebut
“brutus”, orang yang dulu dekat dengan Pak Harto, tiba-tiba mengalihkan diri.
Waktu Bung Karno juga seperti itu, banyak orang yang mengejutkan tiba-tiba
menjauh.
Terima
Kasih atas kesempatannya.
Sumber: Arsip KMAPBS/Ir. Agus Riyanto, M.T.