·
Panelis keempat: Dasman Djamaludin, S.H., M.Hum.
Kebetulan
saya pernah studi tentang ketahanan nasional, nah dalam konteks ini yang sangat
menarik yaitu bicara SP 11 maret 1966, memang jika digambarkan dengan kuadran
ada empat kuadran. Di satu sisi ada kelompok “Suharto-is”, disisi lain ada pula
kelompok Soekarnois. Lingkar yang dibawah itu kita sebagai kelompok emosional
bak yang kontra 65, kontra PKI macem-macem maupun kontra terhadap pembubara
PSI, Mahsumi, DI-TII, dan sebagainya di sini berbicara tentang kelompok emosi
masing-masing.
Kemudian
di sebelah sana ada kelompok yang tidak peduli. “Ah persetan lah dengan
Soekarno, persetanlah dengan Soeharto, yang penting gue bisa makan dan
istirahat”. Tapi ada yang bilang “masing-masing kan punya kelebihan dan
kekurangan”, kira-kira kalau kondisi sudah seperti itu, kemana kita akan
bergerak?
Kan kita harusnya tetap rasional,
kepentingan kita bersama. Nah pembentukan Soekarno-is
dan Soeharto-is dalam konteks SP 11
Maret, pasti tidak akan pernah selesai. Nah, kekhawtiran kita dalam konteks
sejarah ini adalah semacam keterpatahan sejarah. Nah bagaimana titik satunya?“
kalau saya begini, sekiranya teman-teman yang ada di yayasan super semar atau penggiat super
semar, yang memiliki kesadaran yang baik, mari kita bangun status yang baru,
semacam slogan, bahwa Surat Perintah 11 MAret 1966 menjalin kesinambungan
sejarah NKRI. Seperti itu. Artinya tetap yang Soekarno ya dengan pemikiran
Soekarnonya, dan Bung Harto ya begitu, dengan surat perintah super semar, maka
perjalanan bangsa ini masih nyambung. Konteksnya adalah pancasila dan konteks
negara kesatuan. “Saya pikir ini baik”. Soalnya kalau kita melihat kembali
Soekarnois dan Soehartois, itu tidak akan pernah selesai, yang perlu kita garis
bawahi sekarang adalah kembalinya kita pada Pancasila.
Di sisi lain, SP 11 maret 1966. Ya
orang menyinggung sejarah lama, bahwa kita bisa menyebutnya tiga jenderal ke
istana Bogor kan ini sebenarnya terjadi ketika sidang kabinet dibubarkan yang
kemudian Presiden Soekarno memberikan perintah pada Waperda bidang regional
untuk memimpin langsung. Saat itu yang terjadi ada 3 jenderal, Basuki Rahman,
Yusuf, dan Amir Mahmud. Ada jenderal lain yang ikut bermain sebenarnya, nah
apakah ada kaitannya pasukan lain itu dengan jenderal yang ada? yaitu Kentakibis dengan 3 jenderal yang di
utus ke Istana Bogor. Kalau kita melihat jenderal Ahmad Ketakibis ini juga
menarik. Jenderal Kentakibis ini, juga pernah dipakai oleh Nasution untuk
peristiwa Trias Oktober bahwa ia bisa, bahwa super semar itu angka semar itu
tau ada kejadian 39 atau 10, sehingga semar. Ada versi yang macam-macam.
Faktanya dengan super semar yang kemudian disebut dengan Surat Perintah Sebelas
Maret menjadi salah satu penjamin keberlangsungan perjalanan sejarah bangsa
ini. Pada intinya dengan adanya SP 11 Maret tidak ada pertumpahan darah yang
terjadi di bangsa dan sekali lagi ini
menyambung keberlangsungan perjalanan sejarah bangsa Indonesia.
Sumber: Arsip KMAPBS/Ir. Agus Riyanto, M.T.